Jumat, 22 Oktober 2021

Pemuda Desa (Tidak) Tinggal Desa

Jika mendengar kata desa, hal yang terpintas dalam pikiran kita adalah sebuah daerah dengan keterbelakangan dari segi teknologi, infrastruktur, dan hal-hal tertinggal lainnya. Selain hal tersebut, jika mendengar kata desa yang terlintas dalam benak kita adalah sebuah daerah dengan keadaan ekonomi yang serba-serbi kekurangan.

Sungguh miris dan sangat disayangkan jika dari sekian banyak penduduk Indonesia berpikir demikian tentang desa. Artinya, perlu ada sinergisitas dari seluruh lapisan masyarakat baik orang tua, tokoh adat, tokoh masyarakat serta generasi muda desa dalam berperan secara aktif dan apik dalam membangun desa dari segala sisi demi kemajuan desa, sehingga stigma masyarakat awam terhadap desa bisa dilenyapkan.

Permasalahan yang saat ini sering dihadapi desa adalah generasi muda desa. Generasi muda desa saat ini berbondong-bondong rajin merantau ke kota untuk menuntut ilmu bahkan ada yang sampai menuntut ilmu ke luar negeri. Memang hal tersebut adalah sebuah hal yang patut dibanggakan.

Bermigrasi adalah hak semua manusia. Mengubah masa depan dengan ke luar dari desa ke kota untuk menjadi manusia sejahtera adalah imaji yang terkandung dalam pikiran perantau, saat hidup di desa seolah tanpa kepastian masa depan. Apalagi, tanpa kemampuan memadai lagi pendidikan yang cukup, sumber daya strategis desa hanyalah pemandangan indah yang selesai dalam pagelaran status di media sosial hingga pada waktunya akan menjadi santapan bagi para kaum berduit yang datang dengan dalih pembangunan! Namun, apakah benar bahwa desa tidak mampu menjadi sumber penghidupan bagi para warganya?

Seyogyanya, dengan program pembangunan desa dalam pemerintahan Jokowi lima tahun terakhir dapat memicu perkembangan desa menjadi pusat ekonomi yang menopang pertumbuhan kota sekaligus menjamin kesejahteraan bagi para penduduknya. Dengan besarnya dana yang digelontorkan ke desa dengan tujuan percepatan pembangunan, harusnya menjadikan desa mandiri, berdaya saing, serta mampu mengentaskan problem klasik desa desa di pedalaman Indonesia seperti; kemiskinan struktural, perdagangan orang, pendidikan tidak layak, gizi buruk dan tingginya angka stunting.

Tapi apa lacur, dana triliunan tidak berbanding lurus dengan kapasitas pengelola dana desa. Sebagian besar Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa adalah hasil copy paste, mirisnya Musrembangdes merupakan forum pendukung kepala desa terpilih, sampai ketidakmampuan menafsirkan klaster pengganggaran dana desa menjadi inovasi berkelanjutan bagi desanya. Hasil yang paling nampak: pembukaan jalan yang umumnya berumur pendek. Bagaimana mungkin jalan akan bertahan lama jika konstruksi jalan tanpa diiringi pembangunan drainase?

Salah satu faktor utama perkembangan desa yang jalan di tempat adalah pemudanya tidak mampu diberdayakan dengan benar. Pemuda yang dimaksudkan di sini adalah warga negara berusia 18-65 tahun sesuai dengan defenisi World Health Organization. Peningkatan kapasitas angkatan kerja yang notabene adalah pemuda desa hendaknya menjadi suatu kewajiban demi menggerakan ekonomi pedesaan, sekaligus memberikan peluang bagi pemuda di desanya sendiri untuk mengembangkan potensi diri dan sumber daya di sekitarnya. Pengabaian atas potensi pemuda sebagai penggerak desa berkonsekuensi pada stagnansi program percepatan kemajuan desa.

Kamis, 21 Oktober 2021

Rabu, 20 Oktober 2021

Pemuda Generasi Penerus Bangsa

 Pemuda adalah sebutan untuk kalangan umur 17 sampai 30 tahun.