Sabtu, 13 November 2010

SEJARAH PERJUANGAN HMI*


SEJARAH PERJUANGAN HMI* 
Oleh: Muhammad Haris* 

A. Pengertian
Sejarah adalah suatu peristiwa yang benar-benar terjadi dan terdokumentasikan. Sejarah juga bisa diartikan suatu kebetulan terjadi dimasa lalu dan benar-benar terjadi, dan kebetulan pula dicatat, biasanya kebenaran sejarah didukung bukti-bukti yang membenarkan peristiwa itu benar-benar terjadi. Menurut pengamatan serta analisa bahwa sejarah membuat manusia mengalami romantisme sejarah serta edukatif. Sedang, menurut hemat penulis manfaat serta kegunaan sejarah adalah sebagai; sumber inspirasi, aspirasi dan motifasi.

B. Masyarakat arab pra Islam
Jahiliyah (istilah dipakai untuk menandai masa sebelum Nabi Muhammad SAW lahir), pola hidup primitif, kabilah-kabilah, nomaden, dalam lingkungan yang ummi (tidak mengenal baca tulis), bersuku-suku, primordial, jauh dari peradaban, menyebabkan hidup dalam kegelapan dan tenggelam dalam kebodohan.

C. Masa Kenabian 
# Fase Makkah
Muhammad SAW pada tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan dengan 6 agustus 610 datanglah malaikat jibril yang menyampaikan wahyu pertanda bahwa beliau dilantik menjadi rasul dan nabi. Beliau mengajak masyarakat ke arah perubahan akhlak, karena perubahan tersebut sangat urgen. Dimata Allah SWT yang berbeda hanyalah ketaqwaan saja. Pada fase Makkah ajaran yang disampaikan berkaitan dengan ketauhidan atau iman, akhlak.
# Fase Madinah
Kaum muslim yang ada diMadinah ada dua, muhajirin (pendatang dari Makkah) dan anshor (tuan rumah). Langkah Nabi SAW adalah menyatukan kedua kubu tersebut dengan mempertalikan hubungan kekeluargaan atau hubungan persaudaraan antara kaum anshar dan muhajirin. Nabi Muhammad disamping menjadi pemimpin agama juga menjadi pemimpin negara, pemimpin politik, dan administrasi yang cakap.
Dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, yakni, pertama, pembangunan masjid, kedua, ukhuwah Islamiyah, ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain non-muslim.

D. Kondisi Islam di Indonesia
Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.

E. Kondisi ketika HMI berdiri Latar Belakang Pemikiran Peristiwa Bersejarah 5 Februari 1947
Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan "Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan"
Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim pernah menganyam pendidikan di Pesantren, Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah.
Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.
Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan: a. Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia . b. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain : 1. Lafran Pane (Yogya), 2. Ahmad Sadali (Lambang HMI) 3. R. M Akbar (Hymne HMI / Medan) 4. Karnoto Zarkasyi (Ambarawa), 5. Dahlan Husein (Palembang), 6. Maisaroh Hilal (Singapura), 7. Suwali, Yusdi Ghozali (Semarang), 8. Mansyur, Siti Zainah (Palembang), 9. M. Anwar (Malang), 10. Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi (Malang), 11. Baidron Hadi (Yogyakarta). Faktor Pendukung Berdirinya HMI a) Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan b) Pusat Gerakan Islam c) Kota Universitas/ Kota Pelajar d) Pusat Kebudayaan e) Terletak di Central of Java f) Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa g) Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia h) Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi) i) Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik). j) Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir k) Ummat Islam Indonesia mayoritas Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan.

Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sistem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang "mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia". Kedua : adanya Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya "Krisis Keseimbangan" yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.
Reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI 1. Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
Reaksi PMY adalah bersifat idiologis, HMI dianggap saingan ketat kehilangan pengaruh serta kekurangan anggota. Mereka mempropaganda bahwa HMI akan bubar dan mati tapi kenyataannya mereka yang mati dan bubar.
2. Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII)
Reaksi dari GPII bukan bersifat idologis, tapi kurang pengertian. GPII merasa dirugikan. Dikatakan bahwa mahasiswa juga pelajar/pemuda, karena GPII ada sekolah pelajar, maka tidak perlu didirikan organisasi mahasiswa.
3. Pelajar Islam Indonesia (PII)
Di kalangan PII banyak terdapat anggota GPII, maka reaksi terdapat kelahiran HMI terdengar dikalangan PII. Dalam kongres I PII di Surakarta tanggal 14 s/d 16 juli 1947 Lafran Pane hadir, walaupun tidak diundang dan duduk dibagian belakang, tidak diperkenankan berbicara atas nama PB HMI, karena PII menganggap HMI tidak ada.
Makna dari lambang HMI adalah a. Bentuk alif
Sebagai huruf hidup, lambang optimisme kehidupan HMI, hurup alif merupakan angka 1 (satu) lambang tauhid, dasar/semangat HMI
b. Bentuk perisai Lambang kepeloporan HMI c. Bentuk jantung Jantung adalah pusat kehidupan manusia. Lambang pungsi perkenalan HMI d. Bentuk pena Melambangkan bahwa HMI adalah organisasi mahasiswa yang haus akan ilmu pengetahuan e. Gambar bulan bintang Lambang keimanan/kejayaan ummat Islam seluruh dunia f. Warna hijau Lambang keimanan dan kemakmuran g. Warna hitam Lambang ilmu pengetahuan yang tidak terbatas h. Keseimbangan warna hijau dan hitam Lambang esensi keseimbangan kepribadian HMI i. Warna putih Lambang kemurnian dan kesucian perjuangan HMI j. Puncak tiga Lambang Islam, iman, dan ikhsan, lambang iman, ilmu, dan amal k. Tulisan HMI Singkatan dari Himpunan Mahasiswa Islam 1. Fase Pengokohan (5 Februari 1947 – 30 November 1947)
Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.
2. Fase Perjuangan Bersenjata (1947 – 1949)
Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun \’64-\’65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.
3. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)
Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
4. Fase Tantangan (1964 – 1965)
Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb.
Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.
5. Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 – 1968)
HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mar’ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.
6. Fase Pembangunan (1969 – 1970)
Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya :
1) Partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan.
2) Partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran
3) Partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan. 7. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 – 1998 )
Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu.
Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 dimana secara relatif masalah-masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara dilain sisi persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema.
Pada tahun 1970 Nurcholis Madjid menyampaikan ide pembaharuan dengan topic keharusan pembaharuan didalam pemikiran Islam dan masalah integritas umat. Sebagai konsekuensinya di HMI timbul pergolakan pemikiran dalam berbagai substansi permasalahan yang. Perbedaan pendapat dan penafsiran menjadi dinamika di dalam menginterpretasikan dinamika persoalan kebangsaan dan keumatan. Hal ini misalnya dalam dialektika dan perbincangan seputar Negara dan Islam, konsep Negara Islam, persoalan Islam Kaffah sampai pada penyesuaian dasar HMI dari Islam menjadi Pancasila sebagai bentuk ijtihad organisasi didalam mempertahankan cita-cita jangka panjang keummatan dan kebangsaan.
8. Fase Reformasi
Secara historis sejak tahun 1995 HMI mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan pandangan, gagasan dan kritik terhadap pemerintahan. Sesuai dengan kebijakan PB HMI bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional dan konfrontatif. Gerakan koreksi pemerintahanpertama disampaikan pada jaman konggres XX HMI di Istana Negara tanggal 21 Januari 1995. kemudian peringatan MILAD HMI Ke 50 Saudara Ketua Umum Taufiq Hidayat menegaskan dan menjawab kritik-kritik yang menyebutkan bahwa HMI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI kekuasaan bukanlah wilayah yang haram. Tetapi adalah wilayah pencermatan dan kekritisan terhadap pemerintahan. Kemudian dalam penyampaian Anas Urbaningrun pada MILAD HMI ke 51 di Graha Insan Cita Depok tanggal 22 Pebruari 1998 dengan judul “Urgensi Reformasi bagi Pembangunan Bangsa Yang Bermartabat”.
9. HMI pasca Reformasi – kini
HMI pasca reformasi hingga kini memang sudah menuai beberapa kemunduran, dibanding para founding father kita. Namun, untuk meminimalisir hal tersebut tentu kita harus tetap kembali kepada tujuan HMI, terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT...
Tentu, tantangan kita hari ini lebih berat, namun bagaimana pun kita menempatkan HMI sebagai second university yang senantiasa dinamis dan berkesinambungan.
Refrensi Draf kongres HMI, Palembang, 2008.
Karim, M. Rusli, HMI MPO Dalam kemelut modernisasi Politik di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1997)
Sitompul, Agussalim, Pemikiran HMI dan Relefansinya dengan Sejarah perjuangan bangsa Indonesia, (Jogjakarta: Aditya Media, 1997)
Sitompul, Agussalim dkk. HMI Mengayuh diantara cita dan kritik, (Jogjakarta: Aditya Media, 1997).
Sulastomo, Hari-Hari Yang Panjang, 1963-1966. Jakarta, Kompas, 2000 Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Nasution Harun, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandigan, Jakarta: Universitas Indonesia press, 1986.
www.muhammadharis87.blogspot.com muhammadharis87@yaho.com
* Disampaikan dalam Latihan Kader I (LK I) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Surabaya Komisariat Farmasi Airlangga, pada kamis, 1 April 2010 di Surabaya Jawa Timur
* Adalah Sekretaris Umum HMI Komisariat Tarbiyah Sunan Ampel periode 2008-2009, Penggagas dan Pendiri Lingkar Cakrawala Pelangi (LCP) Surabaya 2008.