Minggu, 24 Oktober 2021

Posisi Strategis Pemuda untuk mengambil peran

 


 

Sebelum kita mendiskusikan posisi strategis dari pemuda dalam pembangunan desa tertinggal. Baiknya kita potret terlebih dahulu kondisi objektif bangsa kita saat ini. Secara objektif, bangsa Indonesia berada dalam situasi ”krisis”. Krisis dalam arti negara sedang mengalami pathologi atau kondisi sakit yang amat serius. Negara telah mengalami salah urus, rapuh dan lemah. Banyaknya para birokrat negara yang korup dan belum menunjukan keberpihakannya pada rakyat cukup membuktikan betapa rapuhnya kondisi bangsa kita.

 

Dampak dari salah urus negara yang sedang kita hadapi saat ini adalah terdapat 40 juta rakyat berada dalam garis pemiskinan, dan hampir 70% rakyat miskin berada di perdesaan, sumber daya alam (air, panas bumi, barang tambang hasil tani) dimiliki pengusaha asing, sekitar 13 Juta rakyat tidak memiliki pekerjaan, kualitas pendidikan yang masih rendah, banyak warga yang tidak bisa melanjutkan pendidikan dan tingkat buta huruf masih tinggi. Kondisi ini diperparah dengan ketersediaan pangan yang semakin terbatas. Krisis sosial juga berdampak pada memudarnya nilai-nilai dan ikatan kohesifitas warga. Ada kecendrungan nilai-nilai gotong royong, praktik swadaya mulai melemah seiring dengan memudarnya budaya lokal yang semakin tergerus oleh budaya lain.

 

Maka dalam rangka memperbaiki kondisi krisis yang tengah dihadapi bangsa kita sehingga berimbas pada tersendatnya pembangunan di perdesaan. Keberadaan pemuda sebagai penggerak dan perubah keadaan sangat memainkan posisi yang strategis. Strategis mengandung arti bahwa pemuda adalah kader penerus kepemimpinan nasional dan juga lokal (desa), pembaharu keadaan, pelopor pembangunan, penyemangat bagi kaum remaja dan anak-anak. Karena itu, paling tidak ada 3 peran utama yang bisa dilakukan pemuda sebagai kader penerus bangsa, yaitu; sebagai organizer yang menata dan membantu memenuhi kebutuhan warga desa; sebagai mediamaker yang berfungsi menyampaikan aspirasi, keluhan dan keinginan warga; dan sebagai leader, pemimpin di masyarakat, menjadi pengurus publik/warga.

 

Ketiga peran itulah setidaknya yang harus dilakukan pemuda dalam pembangunan desa. Dan yang lebih penting lagi, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan sebagai strategi pembangunan desa. Pertama, berpartisipasi dalam mempraktikan nilai-nilai luhur budaya lokal dan agama, dan membangun solidaritas sosial antar warga. Kedua, aktif dalam membangun dan mengembangkan wadah atau organisasi yang memberikan manfaat bagi warga. Ketiga, memajukan desa dengan memperbanyak belajar, karya dan cipta yang bermanfaat bagi warga. Keempat, berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan yang diselenggerakan oleh pemerintahan desa. Dan kelima, melakukan upaya-upaya untuk mendorong pemerintahan dalam setiap tingkatan (pusat, daerah dan desa) untuk menjalankan fungsinya sebagai pengurus warga yang benar-benar berpihak pada warga.

Jumat, 22 Oktober 2021

Pemuda Desa (Tidak) Tinggal Desa

Jika mendengar kata desa, hal yang terpintas dalam pikiran kita adalah sebuah daerah dengan keterbelakangan dari segi teknologi, infrastruktur, dan hal-hal tertinggal lainnya. Selain hal tersebut, jika mendengar kata desa yang terlintas dalam benak kita adalah sebuah daerah dengan keadaan ekonomi yang serba-serbi kekurangan.

Sungguh miris dan sangat disayangkan jika dari sekian banyak penduduk Indonesia berpikir demikian tentang desa. Artinya, perlu ada sinergisitas dari seluruh lapisan masyarakat baik orang tua, tokoh adat, tokoh masyarakat serta generasi muda desa dalam berperan secara aktif dan apik dalam membangun desa dari segala sisi demi kemajuan desa, sehingga stigma masyarakat awam terhadap desa bisa dilenyapkan.

Permasalahan yang saat ini sering dihadapi desa adalah generasi muda desa. Generasi muda desa saat ini berbondong-bondong rajin merantau ke kota untuk menuntut ilmu bahkan ada yang sampai menuntut ilmu ke luar negeri. Memang hal tersebut adalah sebuah hal yang patut dibanggakan.

Bermigrasi adalah hak semua manusia. Mengubah masa depan dengan ke luar dari desa ke kota untuk menjadi manusia sejahtera adalah imaji yang terkandung dalam pikiran perantau, saat hidup di desa seolah tanpa kepastian masa depan. Apalagi, tanpa kemampuan memadai lagi pendidikan yang cukup, sumber daya strategis desa hanyalah pemandangan indah yang selesai dalam pagelaran status di media sosial hingga pada waktunya akan menjadi santapan bagi para kaum berduit yang datang dengan dalih pembangunan! Namun, apakah benar bahwa desa tidak mampu menjadi sumber penghidupan bagi para warganya?

Seyogyanya, dengan program pembangunan desa dalam pemerintahan Jokowi lima tahun terakhir dapat memicu perkembangan desa menjadi pusat ekonomi yang menopang pertumbuhan kota sekaligus menjamin kesejahteraan bagi para penduduknya. Dengan besarnya dana yang digelontorkan ke desa dengan tujuan percepatan pembangunan, harusnya menjadikan desa mandiri, berdaya saing, serta mampu mengentaskan problem klasik desa desa di pedalaman Indonesia seperti; kemiskinan struktural, perdagangan orang, pendidikan tidak layak, gizi buruk dan tingginya angka stunting.

Tapi apa lacur, dana triliunan tidak berbanding lurus dengan kapasitas pengelola dana desa. Sebagian besar Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa adalah hasil copy paste, mirisnya Musrembangdes merupakan forum pendukung kepala desa terpilih, sampai ketidakmampuan menafsirkan klaster pengganggaran dana desa menjadi inovasi berkelanjutan bagi desanya. Hasil yang paling nampak: pembukaan jalan yang umumnya berumur pendek. Bagaimana mungkin jalan akan bertahan lama jika konstruksi jalan tanpa diiringi pembangunan drainase?

Salah satu faktor utama perkembangan desa yang jalan di tempat adalah pemudanya tidak mampu diberdayakan dengan benar. Pemuda yang dimaksudkan di sini adalah warga negara berusia 18-65 tahun sesuai dengan defenisi World Health Organization. Peningkatan kapasitas angkatan kerja yang notabene adalah pemuda desa hendaknya menjadi suatu kewajiban demi menggerakan ekonomi pedesaan, sekaligus memberikan peluang bagi pemuda di desanya sendiri untuk mengembangkan potensi diri dan sumber daya di sekitarnya. Pengabaian atas potensi pemuda sebagai penggerak desa berkonsekuensi pada stagnansi program percepatan kemajuan desa.

Kamis, 21 Oktober 2021

Rabu, 20 Oktober 2021

Pemuda Generasi Penerus Bangsa

 Pemuda adalah sebutan untuk kalangan umur 17 sampai 30 tahun.