BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang menjadi tujuan utamanya adalah
bagaimana nilai-nilai ajaran Islam yang diajarkan akan dapat tertanam dalam diri siswa
sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang dilandasi dengan nilai-nilai
ajaran Islam dalam kehidupan pribadinya maupun kehidupan sosial yang nantinya
dapat berdampak pada terbentuknya
“insan kamil”, bukan pemahaman bahwa proses
pembelajaran PAI hanya sebagai
proses “penyampaian pengetahuan tentang agama Islam” seperti yang terjadi selama
ini.
Kemudian untuk menunjang dan memuluskan tujuan
tersebut, maka perlu adanya pembelajaran yang efektif dan efisien guna
mendapatkan hasil yang maksimal. Penulis pun memiliki inisiatif mencari metode
pembelajaran PAI yang penulis lakukan di Sekolah Dasar Negeri 4 Wonoharjo.
Melalui beberapa pemahaman yang dangkal akhirnya
penulis mencari tentang metode pembelajaran PAI yang relevan dan mengikuti
perkembangan zaman yang sudah canggih seperti saat ini. Penulis mengambil
metode Snowball Throwing
Demikianlah yang menjadi latar belakang bagi penulis
dari penulisan dan penyusunan makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Dalam merumuskan permasalahan yang akan dibahas adalah
sebagai berikut :
- Bagaimana konsep pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) di Sekolah Dasar Negeri 4 Wonoharjo?
- Bagaimana pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) di Sekolah Dasar Negeri 4 Wonoharjo?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Pembelajaran PAI di SD Negeri 4 Wonoharjo
Dalam
hal ini penulis mengambil konsep tentang pelatihan guru (teacher
training)
paradigma dominan (dominant paradigm).
1. Lembaga
pendidikan menghadapi masalah bias gender dalam subsektor pendidikan (Gender
bias in sub-sectors).
2. Guru
menghadapi gaji relatif rendah, karier yang datar, dan penurunan status sosial
(Poor salaries, flat careers, declining social status).
3. Ketegangan
antara kualitas dan pasokan: dilema dalam pemasaran pendidikan (Tension
between quality and supply: market driven).
4. Kurikulum
tradisional yang terkotak-kotak vs permintaan yang nyata dari masyarakat (Traditional
departmentalized curriculum vs. real demands).
5. Guru
mengomando di kelas seperti seorang pejabat (Teacher in command of classroom
in a bureaucracy).
Penulis
mengambil: “Paradigma dominan tentang guru mengomando di kelas seperti seorang
pejabat (Teacher in command of classroom in
a bureaucracy)”.
Menurut beberapa analisa dari pakar pendidikan, dewasa ini
pendidikan memiliki pemasalahan rumit (crusial
problem) yang mengindikasikan guru dituntut bisa melakukan inovasi dalam
pembelajaran. Diskusi kelompok merupakan suatu
pengalaman belajar yang dapat
diterapkan dalam segala bidang studi. Akan tetapi harus
disesuaikan dengan tujuan
instruksional yang akan dicapai serta bahan pelajaran yang diajarkan. Diskusi kelompok model
Snow Ball merupakan salah satu strategi belajar mengajar dengan kadar
keaktifan yang tinggi. Banyak hal yang harus kita perhatikan dalam diskusi kelompok,
diantaranya materi, tempat duduk siswa serta banyaknya jumlah kelompok. Karena
ketiga hal tersebut sangat
berpengaruh dalam keefektifan diskusi itu sendiri. Sedangkan
strategi pembelajaran
model Snow Ball merupakan jenis pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas
tradisional.
Pendidikan Agama Islam (PAI)
adalah usaha-usaha yang sistimatis dan pragmatis dalam membantu anak didik,
agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam. (H. Zuhairini, 1983: 27).
Dan di sekolah, Pendidikan Agama Islam (PAI) tidak mungkin dipisahkan dari
proses pembelajaran manakala sekolah tersebut menginginkan tujuan PAI bisa
dicapai dengan baik. Muhaimin
mengatakan bahwa pembelajaran PAI adalah upaya membuat
peserta didik dapat belajar
dan tertarik untuk terus mempelajari agama Islam, baik untuk kepentingan mengetahui
bagaimana cara beragama yang benar maupun mempelajari Islam sebagai pengetahuan.
(Muhaimin, 2004: 183). Maka dapat
dimengerti beberapa hal didalam proses pembelajaran
pendidikan agama Islam (PAI)
diantaranya, yaitu : 1) PAI sebagai usaha sadar berupa kegiatan bimbingan yang dilakukan secara
berencana berdasarkan tujuan yang dicapai, 2) peserta didik sebagai sasaran
mencapai tujuan yaitu peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan
pengamalan ajaran Islam, 3) kegiatan pembelajaran PAI hendaknya diarahkan
pada pencapaian tujuan dari peserta didik, disamping membentuk kesalehan
atau kualitas pribadi maupun sosial. (Muhaimin,2004: 76).
Materi yang diberikan kepada kelas
I SD masih merupakan ajaran pokok yang sangat mendasar dan sederhana,
diberikan secara garis besar diserta sedikit penjelasan yang dapat ditangkap
oleh keterbatasan logika
anak. Penekanan dari setiap materi masih terbatas pada
pengenalan, pemberian
pengetahuan dan penanaman nilai.
Secara keseluruhan materi PAI di kelas I SD yang diajarkan dalam dua semester terbagi
dalam sebelas topik sebagai berikut: Rukun Iman; Syahadatain; Hafalan
alQur’an; Adab belajar;
Adab
makan minum; Hafalan alQur’an surat pilihan; Rukun Islam;
Kisah rasul I; Kisah
Rasul II; Adab tidur; Thaharah.[1]
Mencermati materi di atas, maka
dapat dikatakan sudah
sesuai dengan standar teori pendidikan dan psikologi yang sudah ditetapkan,
yaitu sudah sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis peserta didik. Di mana
secara kognitif, materi tersebut
baru berada pada tahap pengenalan dan pemberian pengetahuan dasar tentang ajaran
Islam, seperti mengenalkan Rukun Islam, Rukun Iman, Syahadatain, menghafal surat
pendek pilihan. Secara psikomotorik,
siswa sudah dibisaakan berkelakuan sesuai dengan adab yang islami, seperti bagaimana
adab makan dan minum, adab
belajar dan adab tidur. Selain ranah kognitif dan ranah
psikomotorik, yang
paling penting dibina dan ditumbuhkembangkan oleh guru PAI adalah segi afeksi
siswa, dalam hal siswa sudah dibisaakan memberi salam kepada guru, orang tua
dan temannya; menghormati
orang yang lebih tua dan menyayangi teman sebaya dan yang
lebih muda, selain
itu kepada siswa juga dibisaakan meminta maaf kalau melakukan kesalahan
dan memberi maaf kalau ada teman yang memintanya.
Kiranawati mengemukakan bahwa
pengertian teknik snowball throwing dilihat dari sintaknya adalah
Informasi materi secara umum, membentuk kelompok yang diwakili ketua
kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masingmasing siswa membuat
pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa
lain kemudian masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang
diperoleh, penyimpulan,
refleksi dan evaluasi.[2]
Sintaknya adalah:
1.
Informasi materi secara umum,
2. Membentuk
kelompok,
3. Pemanggilan
ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu dikelompok,
4. Bekerja
dalam kelompok,
5. Tiap
kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain,
6. Kelompok
lain menjawab secara bergantian,
7. Penyimpulan
dan evaluasi,
8. Refleksi
a.
Siswa akan dengan
mudah untuk mendapatkan bahan pembicaraan karena adanya pertanyaan-pertanyaan yang
tertulis pada kertas berbentuk
bola;
b. Menghindari
pendominasian pembicaraan dan siswa yang diam sama sekali, karena masing-masing
siswa mendapatkan satu buah
pertanyaan yang harus dijawab dengan cara berargumentasi;
c. Melatih
kesiapan siswa;
d. Saling
memberikan pengetahuan.
Adapun kelemahan teknik snowball throwing, adalah sebagai berikut :
1.
Pengetahuan tidak luas
hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa;
2.
Dalam pelaksanaannya
ada peluang timbul pertanyaan yang sama antara kelompok yang satu dan kelompok
yang lain;
3.
Bagi siswa yang
biasanya mendominasi diskusi teknik snowball throwing akan
dinilai mengekang kebebasan. Hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan bagi siswa
yang agresif.
B. Laporan Pembelajaran PAI di SD Negeri 4 Wonoharjo
Dalam
menyusun pengalaman pembelajaran PAI di SD Negeri 4 Wonoharjo ini penulis
menggunakan sistematika sebagai berikut :
1. Materi dan Persiapan Pembelajaran Guru
PAI
Pembelajaran dengan berbagai macam
faktor yang telah dirumuskan
adalah sesuatu yang mutlak diadakan di sekolah, yang mana ia
sebagai lembaga pendidikan
formal. Manakala proses pembelajaran dengan berbagai macam faktor tersebut
diperhatikan, maka hasil pembelajaran akan sangat baik dan belajar menjadi
sesuatu yang menyenangkan bagi peserta didik. Oleh sebab itu sekolah dituntut untuk
mengembangkan metode pembelajaran yang mampu membuat para peserta didik lebih aktif.
Pembelajaran aktif adalah suatu
pembelajaran yang bisa mengajak peserta didik untuk belajar
secara aktif. (Hisyam,
2002: 12).
Guru yang inovatif pasti berusaha memberikan sebuah
kegiatan pembelajaran yang bermakna. Proses kebermaknaan dapat terjadi jika apa
yang disajikan oleh guru tersebut memiliki sisi kemenarikan dan sekaligus
kesenangan. Apa yang dilakukan guru menjadi sesuatu yang senantiasa ditunggu
dan dinanti oleh peserta didik.
Jika pada pembelajaran kurikulum yang lalu, guru
melakukan ceramah dan menyuruh siswa agar mencatat agar pembelajaran dapat
selesai sesuai dengan alokasi waktu yang ada, namun dalam bentuk pembelajaran
yang kreatif peserta didik diposisikan sebagai subyek pembelajaran yang tidak
hanya duduk pasif semata melainkan mengembangkan pola pembelajaran yang sudah
diatur koridornya oleh guru tersebut. Di satu sisi dapat terjadi kegiatan
pembelajaran inovatif lebih membutuhkan banyak waktu. Di sisi lain, guru dapat
mengembangkan respon dan motivasi peserta didik lebih maksimal.
Salah satu model pembelajaran yang kreatif dan sangat
bisa dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran sejarah adalah snow ball throwing. Model pembelajaran ini bagian dari
kegiatan metode pembelajaran kooperatif dengan pendekatan yang cenderung
konstruktivisme. Unsur menarik dari kegiatan belajar ini adalah adanya aspek
permainan yang umumnya dilakukan peserta didik ketika mereka sedang
beristirahat, yaitu aktivitas membuat bola kertas dan melemparkannya kepada
teman-temannya. Adanya bentuk permainan melempar bola kertas ini dengan
sendirinya menjadi sesuatu yang melibatkan rasa kenakalan siswa untuk terlibat
langsung dalam kegiatan pembelajaran.
Secara teknis metode ini melibatkan keaktifan peserta
didik secara maksimal. Keterlibatan peserta didik menentukan sekali keberhasilan
kegiatan belajar ini. Peserta didik merasa bahwa mereka hanya melaksanakan
sebuah permainan semata. Namun tanpa disadari, mereka memperoleh materi
pelajaran sejarah secara perlahan namun pasti.
Pada dasarnya, dalam pelaksanaan pembelajaran snow
ball, peserta didik terlebih dahulu menyiapkan referensi sebanyak-banyaknya.
Setelah proses pengumpulan referensi dilakukan, guru mulai membentuk
kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdapat 4 anggota di dalamnya. Praktis,
dalam satu kelas terdapat 10 kelompok yang membahas tema yang sama. Kemudian,
masing-masing kelompok tersebut mempersiapkan diri dengan pertanyaan yang akan
dilemparkan pada kelompok lainnya. Dalam hal ini mereka melakukan aktivitas
membaca dan pencarian informasi yang mengasyikan. Ada dorongan untuk membuat
pertanyaan yang tersulit sehingga dapat merepotkan kelompok lainnya untuk
menjawabnya. Bahkan kalau bisa, kelompok lain memang tidak dapat menjawab
sehingga mendapatkan hukuman yaitu menyanyi. Jika kelompok sudah menyiapkan
sebuah pertanyaan, mereka lalu membuat kertas yang berisi pertanyaan menjadi
bola kertas yang bisa dilemparkan pada kelompok lain. Bola kertas itu sengaja
dilemparkan pada kelompok yang dituju. Kelompok yang menerima bola kertas itu
harus menjawab dalam hitungan menit yang sudah ditentukan. Maksimal waktu yang
dibutuhkan untuk menjawab adalah 8 menit. Ketika kelompok tersebut menjawab,
maka kelompok yang melempari bola kertas sudah memiliki kunci jawaban terlebih
dahulu untuk mengontrol dan mengecek kebenaran jawaban dari kelompok lain
tersebut. Jika jawabannya salah maka dapat dihukum dan jika jawabannya benar
akan mendapatkan aplaus dari semua kelompok.
Memang, setiap model pembelajaran pasti memiliki
kelemahan-kelemahan. Kelemahan yang nampak dari kegiatan ini adalah kelas jelas
lebih riuh, ramai, dan agak kacau-balau pada kegiatan pembelajarannya
dibandingkan dengan kelas yang kegiatan belajarnya konvensional saja. Pada saat
aksi melempar bola kertas saja dapat terlihat respon kelompok lain yang penuh
kegirangan. Apalagi pada saat kelompok tertentu memberikan jawaban yang salah
dan harus dihukum dengan bernyanyi, tentu saja kelas akan meledak nuansa
kegirangan dan suara tertawa yang terbahak-bahak.
Namun demikian, hal itu wajar dan merupakan dinamika
pembelajaran. Kelas yang ramai bukan sesuatu yang tabu lagi asal ada
kesengajaan untuk memformat dan mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan
bersama.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Guru
PAI
Banyak variasi pembelajaran
kooperatif salah satunya adalah model snowball throwing. Pembelajaran
kooperatif model snowball throwing dapat melatih siswa untuk mendengarkan
pendapat orang lain, teman, tugas-tugas kelompok akan memacu siswa untuk
bekerjasama, saling membantu, serta aktif dalam pembelajaran.
Model pembelajaran snowball throwing
melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan
menyampaikan pesan tersebut pada temannya pada satu kelompok. Lemparan
pertanyaan tersebut menggunakan kertas berisi pertanyaan yang ada dalam sebuah
bola lalu dilempar-lemparkan kepada siswa yang lain. Siswa yang mendapat bola
lalu membuka dan menjawab pertanyaannya.[4]
Metode ini lebih menekankan pada
struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi
siswa. Adapun langkah-langkah dalam metode snowball throwing adalah:
1.
Guru
menyampaikan materi yang akan disajikan
2.
Guru
membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk
memberikan penjelasan tentang materi
3.
Masing-masing
ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan
materi yang dijelaskan oleh guru kepada anggota kelompok atau temannya
4.
Kemudian
masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu
pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan ketua kelompok
5.
Kemudian
kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang
lain selama kurang lebih 15 menit
6.
Setelah
siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan siswa untuk menjawab
pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
7.
Evaluasi
8.
Penutup
Penulis melaksanakan pembelajaran
PAI model snowball throwing dengan alokasi waktu kurang lebih 10 menit
appersepsi, 5 menit pengarahan kepada siswa, 5 menit persiapan siswa dan 15
menit alokasi waktu buat siswa melakukan pembelajaran PAI snowball throwing, 10
menit terakhir penulis gunakan untuk evaluasi.
Dibawah ini penulis memberikan
deskripsi tentang pembelajaran PAI di kelas 1 sebagai berikut :
Gambar
Simulasi
Snawbal throwing
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari permasalahan
dan pembahasan materi diatas, adalah sebagai berikut :
1.
Konsep
pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) di Sekolah Dasar (SD) Negeri 4
Wonoharjo merupakan pembelajaran PAI yang berbasis snowball throwing, yang
sudah dipaparkan diatas dengan pembelajaran kooperatif pengelompokkan para
siswa dalam kelompok kecil dengan menggunakan bola kertas.
2.
Pelaksanaan
yang penulis lakukan dalam pembelajaran PAI di Sekolah Dasar (SD) Negeri 4
Wonoharjo dengan model pembelajaran snowball throwing, yakni lemparan
pertanyaan menggunakan kertas berisi pertanyaan yang ada dalam sebuah bola lalu
dilempar-lemparkan kepada siswa yang lain. Siswa yang mendapat bola lalu
membuka dan menjawab pertanyaannya.
B. Saran
Dalam hal ini, saran konstruktif yang bisa penulis
ajukan adalah sebagai berikut :
1.
Dalam
menyusun dan menggunakan metode pembelajaran PAI di tingkat Sekolah Dasar (SD)
seharusnya seorang guru lebih inovatif dan selalu dinamis. Hal tersebut
tentunya saran yang konstruktif guna melatih seorang siswa cepat dan tetap
aktif dalam proses pembelajaran.
2.
Dalam
memberi pembelajaran guru harus selalu memperhatikan segala aspek yang akan
disampaikan agar tidak keluar dari koridor pembelajaran.